Selasa, 20 Februari 2024

Kegunaan Buku Kemanusiaan

bukukemanusiaanbaru | Buku adalah jendela ke dunia. Ungkapan itu sering terdengar, tapi tidak ada yang dapat menyangkal kedalaman maknanya. Kegunaan Buku Kemanusiaan tidak hanya terletak pada pengembangan intelektual, tetapi juga pada pertumbuhan emosional dan spiritual kita sebagai manusia. Mari kita telusuri beberapa manfaat yang lebih dalam dari menghargai dan memahami karya sastra manusia.





Memperluas Wawasan dan Pemahaman

Buku adalah sumber pengetahuan tak terbatas. Dari filsafat hingga sejarah, dari fiksi hingga non-fiksi, buku memungkinkan kita untuk menjelajahi berbagai bidang pengetahuan dan memperdalam pemahaman kita tentang dunia di sekitar kita. Books memperluas wawasan kita dan membuka pintu ke pemikiran baru yang mungkin tidak pernah kita pertimbangkan sebelumnya.

Menginspirasi dan Meningkatkan Kreativitas

Setiap buku memiliki cerita uniknya sendiri, dan di dalamnya terkandung keajaiban dan kekayaan imajinasi. Dengan meresapi karya sastra manusia, kita diundang untuk memasuki dunia yang penuh dengan ide-ide kreatif dan inspirasi. Literature memicu imajinasi kita, mengajak kita untuk berpikir di luar batas-batas yang kita kenal, dan merangsang kreativitas kita.

Membangun Empati dan Keterhubungan Manusia

Salah satu kekuatan utama sastra adalah kemampuannya untuk membawa kita ke dalam pengalaman dan perspektif orang lain. Dengan membaca cerita tentang kehidupan, perjuangan, dan kebahagiaan orang lain, kita belajar untuk memahami dan merasakan emosi mereka. Ini membantu kita membangun empati yang lebih dalam dan meningkatkan keterhubungan kita dengan sesama manusia.

Menyediakan Pelarian dan Penghiburan

Di dunia yang seringkali keras dan tak terduga, buku bisa menjadi oase yang menenangkan. Saat kita merasa tertekan atau terpukul oleh kehidupan sehari-hari, membaca bisa menjadi pelarian yang menyegarkan. Karya sastra manusia memberikan penghiburan melalui cerita yang menarik dan karakter yang menginspirasi, membantu kita melupakan sejenak kesulitan yang sedang kita hadapi.

Mendorong Pertumbuhan Pribadi dan Pencerahan

Buku tidak hanya menyediakan informasi dan hiburan, tetapi juga merupakan alat untuk pertumbuhan pribadi dan pencerahan. Dengan memperdalam pemahaman kita tentang diri sendiri dan dunia di sekitar kita, kita menjadi lebih bijaksana dan terbuka terhadap berbagai sudut pandang. Reading adalah perjalanan pribadi yang tak pernah berakhir, di mana kita selalu memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.

Dalam kesimpulan, kegunaan buku kemanusiaan melampaui sekadar sumber pengetahuan. Mereka adalah penjaga peradaban, pencerminan budaya, dan panduan spiritual. Sastra manusia tidak hanya memperkaya pikiran kita, tetapi juga menghidupkan jiwa kita. Jadi, mari kita terus merayakan keajaiban dunia buku dan membiarkan kekuatan mereka membimbing kita dalam perjalanan kehidupan kita.

Selasa, 10 Oktober 2023

Apa Itu Buku Kemanusiaan?

bukukemanusiaanbaru | Buku kemanusiaan adalah genre sastra yang berfokus pada pengalaman manusia, hubungan sosial, dan eksplorasi emosi dan pikiran manusia. Buku kemanusiaan sering kali mengeksplorasi isu-isu sosial, psikologis, dan kultural yang memengaruhi manusia dalam berbagai konteks dan latar belakang. Genre ini tidak terbatas pada novel saja, tetapi juga mencakup puisi, esai, cerita pendek, dan karya-karya sastra lainnya. Di bawah ini, kita akan menjelaskan lebih lanjut tentang apa itu buku kemanusiaan dan mengapa genre ini memiliki dampak yang mendalam dalam dunia sastra dan pemahaman manusia.

 

Menggali Pengalaman Manusia:

Buku kemanusiaan bertujuan untuk menggali pengalaman manusia dengan cara yang mendalam dan beragam. Karya-karya dalam genre ini sering memeriksa konflik internal dan eksternal yang dihadapi oleh karakter utama. Isu-isu seperti cinta, konflik, penderitaan, perjuangan, pengorbanan, dan pertumbuhan pribadi sering menjadi fokus utama dalam buku kemanusiaan.

 


Refleksi Keberagaman Manusia:

Salah satu daya tarik utama buku kemanusiaan adalah kemampuannya untuk merenungkan beragam pengalaman manusia. Karya dalam genre ini seringkali mengeksplorasi perbedaan budaya, latar belakang sosial, agama, gender, dan identitas lainnya. Ini membantu kita memahami dan merasakan pengalaman yang mungkin berbeda dari kita sendiri.idncash

 

Menyentuh Isu-isu Sosial:

Buku kemanusiaan sering menghadapi isu-isu sosial yang relevan. Mereka dapat membahas isu-isu seperti ketidaksetaraan, rasisme, perang, ketidakadilan, kemiskinan, dan perubahan sosial. Dengan cara ini, genre ini berfungsi sebagai cermin bagi masyarakat dan mendorong pemikiran kritis tentang isu-isu yang penting.

 

Menghubungkan dengan Pembaca:

Buku kemanusiaan sering kali merangsang perasaan dan pemahaman manusia yang mendalam. Mereka menciptakan ikatan emosional antara pembaca dan karakter, memungkinkan kita merasakan kebahagiaan, kegembiraan, kesedihan, dan perjuangan yang dialami oleh karakter dalam cerita.

 

Karya-karya Klasik dalam Buku Kemanusiaan:

Beberapa karya sastra klasik yang dapat dianggap sebagai buku kemanusiaan termasuk "Perahu Kertas" karya Anne Frank, "To Kill a Mockingbird" karya Harper Lee, "Paman Toms Cabin" karya Harriet Beecher Stowe, dan "Mata-mata" karya John le Carré.

 

Penutup:

Buku kemanusiaan adalah genre sastra yang kuat dan penting yang membantu kita memahami pengalaman manusia dengan lebih dalam. Mereka merangsang pemikiran, emosi, dan empati kita, dan seringkali membawa isu-isu sosial yang relevan ke permukaan. Membaca buku kemanusiaan dapat memperkaya kita dengan pemahaman tentang diri kita sendiri dan dunia di sekitar kita, dan itu adalah salah satu alasan mengapa genre ini memiliki tempat yang istimewa dalam dunia sastra.

Rabu, 10 Mei 2023

Buku-Buku tentang Kemanusiaan

bukukemanusiaanbaru | Jika sobat iseng mencari di laman pencarian mbah Google, ‘buku tentang kemanusiaan’, sebenarnya Perimin sendiri yakin bahwa semua buku pada dasarnya bicara soal kemanusiaan. Kok? Sejauh yang menulis adalah manusia, sejauh alasan menulis adalah refleksi atau perspektifnya adalah tentang kehidupan, entah fiksi atau nonfiksi, entah bergambar atau buku masak, pasti tersimpan di dalamnya pesan tentang apa dan bagaimana memaknai kemanusiaan. Bedanya, pemaknaan tentang kemanusiaan ini tergantung dari beragam sudut pandang. Ada yang menggunakan paradigma sejarah, agama dan kebudayaan, kepentingan, kehidupan sehari-hari, imajinasi, hobi atau minat diri, filsafat, sampai narasi. Perimin menemukan seutas panjang benang merah di sini: membaca dan membicarakan tentang kemanusiaan merupakan upaya para pembaca untuk terus menerus menemukan identitas diri.



Melalui artikel ini, Perimin punya rekomendasyik khusus untukmu, buku-buku yang Perimin rasa cocok bagi kamu dan kamu yang butuh inspirasi tentang ‘Apa dan Bagaimana Menjalani Hidup sebagai Manusia Sungguhan’.

Langsung saja, kamu bisa lihat buku-buku tentang kemanusiaan pilihan Perimin.

1. Meditations oleh Markus Aurelius
Seorang kaisar Romawi, Markus Aurelius, menawarkan hasil permenungannya untuk memahami alam semesta sekaligus diri sendiri dalam waktu yang bersamaan juga bertautan. Di dalamnya, ditawarkan kebajikan-kebajikan jaman sebelum masehi yang mencoba memotret rasionalitas manusia, memiliki karakter bak para dewa, sampai soal kepemimpinan. Meditations yang tentunya kental dengan stoikismenya menjadi pondasi yang ideal untuk memahami gagasan tentang kemanusiaan secara klasik, unik, antik, juga arkais.

2. Humankind, Hopeful History oleh Rutger Bregman
Rutger Bregman sungguh-sungguh ingin memperlihatkan perjalanan tentang konsep kemanusiaan dalam lintasan jurnalistik, perseteruan politik, penelitian, dan pembuktian beberapa mitos-mitos. Atmosfer situasi pandemi yang membuat banyak hal serba tidak pasti, kabur dan terlalu rapuh pun juga menjadi latar belakang yang pas dalam membaca buku ini. Para pembaca akan terbantu untuk memahami: Benarkah Humankind itu beneran Kind? Rutger akan menunjukkannya lewat rangkumnan optimisme Harapan sepanjang masa-masa krisis umat manusia sebagai Roh Jaman. Yang menarik di sini nih! Rutger mengatur pengetahuan-pengetahuan yang ada di kepalanya untuk sampai ke Ide Keseluruhan – Sejarah bicara soal Harapan! Dalam bahasa Kantian, Humankind itu sampai di titik Intelek (Vernunft) yang dipimpin oleh Ide Jiwa-Dunia-Tuhan. Ringkasnya, Rutger meneliti suara batinnya (Ide Jiwa) yang muncul setelah melihat hal-hal lahiriah (Dunia) – lantas, diendapkan guna mendapatkan “Semua ini tentang apa sih sebenarnya?”

3. Soldiers: Great Stories Of War And Peace oleh Max Hastings
Wartawan kawakan, Max Hastings, berbagi narasi-narasi hidup dan mati para pejuang mulai dari jaman Yunani sampai Irak-Afganistan. Melalui tulisan bernasnya, sejarah hidup Joan de Arc, Cromwell, Wellington, Napoleon, Ulysses S. Grant, George S. Patton, Ratu Boudicca, Cobbett dan Tolstoy, Edward Gibbon dan Siegfried Sassoon, Marcel Proust dan Evelyn Waugh, George Orwell, George MacDonald Frase, termasuk tokoh-tokoh pejuang di dalam kitab-kitab suci dipentaskan di dalam latar belakang peperangan yang pada intinya hendak mengukuhkan apa makna menjadi manusia di dalam dunia yang tragis, horor, tidak adil, serakah, bahkan kejam–yang tanpa disadari terbungkus dalam nilai dan norma teologis pun juga budaya yang nampak luhur.

4. Astronaut’s Gd to Life on Earth oleh Chris Hadfield
“Bersiaplah untuk yang terburuk dan nikmati setiap momennya,” begitulah kurang lebih pesan moral dari Kolonel Chris Hadfield yang pernah menghabiskan 167 hari di luar angkasa. Gagasan kemanusiaan di sini ditempatkan dalam konteks bagaimana melampaui keterbatasan diri, bahkan intuisi: mengubah yang tidak mungkin menjadi mungkin. Beragam kisah-kisah pendek nan ringan disuratkan oleh sang kolonel yang menjalani hidup dari krisis satu ke krisis lainnya. Tentu, bakalan menjadi bacaan yang menarik untuk membuat rumusan bagaimana menjadi manusia bumi yang sepatutnya.

5. Uncomfortable Truth About Racism oleh John Barnes
John Barnes, legenda Liverpool, menghabiskan belasan tahun pertama hidupnya di Jamaika sebelum pindah ke Inggris bersama keluarganya pada 1975. Anggapan bahwa hanya seorang titisan wangsa kulit putih yang layak menjadi pelatih sepak bola membawanya pada keyakinan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk memperjuangkan aspirasinya tanpa melihat warna kulit. Rasisme yang menjadi ‘tuman’ di dalam dunia persepakbolaan pun lambat laun meluntur bersamaan dengan kisah-kisah pilu yang dituliskan oleh John Barnes, pemain Liverpool pertama yang berkulit hitam. Melalui buku ini, Barnes memberikan kesaksian yang begitu mengharukan tentang … apalagi kalau bukan esensi kemanusiaan yang kok ditentukan oleh sebatas warna kulit

Selasa, 25 Oktober 2022

Kumpulan Buku-Buku Tentang Kemanusiaan

bukukemanusiaanbaru |

Jika sobat  iseng mencari di laman pencarian mbah Google, ‘buku tentang kemanusiaan’, sebenarnya Perimin sendiri yakin bahwa semua buku pada dasarnya bicara soal kemanusiaan. Kok? Sejauh yang menulis adalah manusia, sejauh alasan menulis adalah refleksi atau perspektifnya adalah tentang kehidupan, entah fiksi atau nonfiksi, entah bergambar atau buku masak, pasti tersimpan di dalamnya pesan tentang apa dan bagaimana memaknai kemanusiaan. Bedanya, pemaknaan tentang kemanusiaan ini tergantung dari beragam sudut pandang. Ada yang menggunakan paradigma sejarah, agama dan kebudayaan, kepentingan, kehidupan sehari-hari, imajinasi, hobi atau minat diri, filsafat, sampai narasi. Perimin menemukan seutas panjang benang merah di sini: membaca dan membicarakan tentang kemanusiaan merupakan upaya para pembaca untuk terus menerus menemukan identitas diri.

Melalui artikel ini, Perimin punya rekomendasyik khusus untukmu, buku-buku yang Perimin rasa cocok bagi kamu dan kamu yang butuh inspirasi tentang ‘Apa dan Bagaimana Menjalani Hidup sebagai Manusia Sungguhan’.


Langsung saja, kamu bisa lihat buku-buku tentang kemanusiaan pilihan Perimin.


1. Meditations oleh Markus Aurelius

Seorang kaisar Romawi, Markus Aurelius, menawarkan hasil permenungannya untuk memahami alam semesta sekaligus diri sendiri dalam waktu yang bersamaan juga bertautan. Di dalamnya, ditawarkan kebajikan-kebajikan jaman sebelum masehi yang mencoba memotret rasionalitas manusia, memiliki karakter bak para dewa, sampai soal kepemimpinan. Meditations yang tentunya kental dengan stoikismenya menjadi pondasi yang ideal untuk memahami gagasan tentang kemanusiaan secara klasik, unik, antik, juga arkais.


2. Humankind, Hopeful History oleh Rutger Bregman

Rutger Bregman sungguh-sungguh ingin memperlihatkan perjalanan tentang konsep buku kemanusiaan dalam lintasan jurnalistik, perseteruan politik, penelitian, dan pembuktian beberapa mitos-mitos. Atmosfer situasi pandemi yang membuat banyak hal serba tidak pasti, kabur dan terlalu rapuh pun juga menjadi latar belakang yang pas dalam membaca buku ini. Para pembaca akan terbantu untuk memahami: Benarkah Humankind itu beneran Kind? Rutger akan menunjukkannya lewat rangkumnan optimisme Harapan sepanjang masa-masa krisis umat manusia sebagai Roh Jaman. Yang menarik di sini nih! Rutger mengatur pengetahuan-pengetahuan yang ada di kepalanya untuk sampai ke Ide Keseluruhan – Sejarah bicara soal Harapan! Dalam bahasa Kantian, Humankind itu sampai di titik Intelek (Vernunft) yang dipimpin oleh Ide Jiwa-Dunia-Tuhan. Ringkasnya, Rutger meneliti suara batinnya (Ide Jiwa) yang muncul setelah melihat hal-hal lahiriah (Dunia) – lantas, diendapkan guna mendapatkan “Semua ini tentang apa sih sebenarnya?”


3. Soldiers: Great Stories Of War And Peace oleh Max Hastings

Wartawan kawakan, Max Hastings, berbagi narasi-narasi hidup dan mati para pejuang mulai dari jaman Yunani sampai Irak-Afganistan. Melalui tulisan bernasnya, sejarah hidup Joan de Arc, Cromwell, Wellington, Napoleon, Ulysses S. Grant, George S. Patton, Ratu Boudicca, Cobbett dan Tolstoy, Edward Gibbon dan Siegfried Sassoon, Marcel Proust dan Evelyn Waugh, George Orwell, George MacDonald Frase, termasuk tokoh-tokoh pejuang di dalam kitab-kitab suci dipentaskan di dalam latar belakang peperangan yang pada intinya hendak mengukuhkan apa makna menjadi manusia di dalam dunia yang tragis, horor, tidak adil, serakah, bahkan kejam–yang tanpa disadari terbungkus dalam nilai dan norma teologis pun juga budaya yang nampak luhur.


4. Astronaut’s Gd to Life on Earth oleh Chris Hadfield

“Bersiaplah untuk yang terburuk dan nikmati setiap momennya,” begitulah kurang lebih pesan moral dari Kolonel Chris Hadfield yang pernah menghabiskan 167 hari di luar angkasa. Gagasan kemanusiaan di sini ditempatkan dalam konteks bagaimana melampaui keterbatasan diri, bahkan intuisi: mengubah yang tidak mungkin menjadi mungkin. Beragam kisah-kisah pendek nan ringan disuratkan oleh sang kolonel yang menjalani hidup dari krisis satu ke krisis lainnya. Tentu, bakalan menjadi bacaan yang menarik untuk membuat rumusan bagaimana menjadi manusia bumi yang sepatutnya.


5. Uncomfortable Truth About Racism oleh John Barnes

John Barnes, legenda Liverpool, menghabiskan belasan tahun pertama hidupnya di Jamaika sebelum pindah ke Inggris bersama keluarganya pada 1975. Anggapan bahwa hanya seorang titisan wangsa kulit putih yang layak menjadi pelatih sepak bola membawanya pada keyakinan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk memperjuangkan aspirasinya tanpa melihat warna kulit. Rasisme yang menjadi ‘tuman’ di dalam dunia persepakbolaan pun lambat laun meluntur bersamaan dengan kisah-kisah pilu yang dituliskan oleh John Barnes, pemain Liverpool pertama yang berkulit hitam. Melalui buku ini, Barnes memberikan kesaksian yang begitu mengharukan tentang … apalagi kalau bukan esensi kemanusiaan yang kok ditentukan oleh sebatas warna kulit


6. Future of Humanity oleh Michio Kaku

Dr. Michio Kaku mengajak para pembacanya melintasi batas astrofisika, kecerdasan buatan, dan teknologi untuk menawarkan visi yang menakjubkan tentang masa depan manusia di luar angkasa, dari menetap di Mars hingga bepergian ke galaksi yang jauh bak Guardian of The Galaxy’nya Marvel. Berangkat dari antusiasme eksploasi luar angkasa atas dasar kemajuan robotika, nanotekonologi, sampai bioteknologi di bumi, Dr. Michio yakin bahwa umat manusia mampu mengembangkan peradaban melintasi atmosfer. Gagasan dasar fisika pun ditawarkan demi menunjukkan kemungkinan adanya kehidupan abadi dan ragasukma modern mirip yang dialami Stephen Strange saat pertama kali berjumpa The Ancient One.


7. Man’s Search for Meaning oleh Viktor E. Frankl

Pengalaman pahit di kamp Nazi menuntun Viktor E. Frankl, seorang psikiater yang mengembangkan logoterapi, memahami bahwa motivasi manusia adalah upaya pencarian akan makna. Di sinilah, terdapat sinergi antara ilmu pengetahuan dan humansime yang saling berkelindan menjadi kekuatan di hadapan penderitaan. Manusia tidak dapat menghindari penderitaan tetapi dapat memilih bagaimana mengatasinya, menemukan makna di dalamnya, dan bergerak maju dengan tujuan baru. Melalui buku ini, Frankl mencerahkan para pembacanya untuk segera melepaskan dorongan hidup dalam rupa kesenangan, melainkan upaya terus menerus menemukan apa yang kita anggap paling bermakna.


8. Art of Happiness oleh Dalai Lama

Jika sebelumnya kita membaca usulan menjalani hidup dari Viktor E. Frankle yang mengamini bahwa manusia tidak bisa menghindar dari penderitaan, dengan nada yang sama, Dalai Lama juga mengatakan hal serupa. Saat berhadapan dengan pertanyaan dari Dr. Howard Cutle, “Apakah seorang Dalai Lama bisa bersedih? Bagaimana mengatasi kesedihan?” jawaban yang muncul begitu singkat. Tidak ada di dalam dunia ini, rumus untuk menghindar dari penderitaan. Justru, Dalai Lama malah mengajukan pertanyaan, apakah penderitaan sebegitu harus dihindari alih-alih direngkuh saja apa adanya. Jika sedang bersedih, ya bersedihlah, berkabunglah. Di dalam buku ini, pembaca akan melihat dengan jelas ilustrasi-ilustrasi bagaimana melewati (bukan menghindari) rintangan hidup pada sumber kedamaian batin yang dalam dan abadi. Berdasarkan 2.500 tahun meditasi Buddhis dalam balutan akal sehat, buku ini mengajak pembaca untuk melintasi batas-batas tradisi untuk membantu pembaca memahami kesulitan umum semua manusia. Semakin paham, semakin tahu bagaimana cara menyambutnya.



Jumat, 17 Juni 2022

Satupena Luncurkan Buku Kemanusiaan Untuk Persatuan

Ketua Satupena, Ph.D. Nacil Tamara mengungkapkan bahwa sejarah sastrawan di negeri ini telah menyaksikan kecenderungan yang berbeda dari berbagai genre, ideologi dan sikap politik, dan mereka sering memiliki konflik terbuka.

Menurut Nacil, sulit menyatukan para penulis dalam satu forum yang berbagi kreativitas, namun di sisi lain, para penulis harus bersatu dalam sebuah perkumpulan para ahli untuk melindungi kepentingan mereka.

Penulis juga masih menghadapi masalah ekonomi yang dilanda pelanggaran hak cipta, pajak tinggi, penyitaan buku, dan krisis besar-besaran akibat Corona.

Pelan tapi pasti, penulis kini berubah, namun ia juga mengambil sikap berbeda terhadap berbagai isu sosial dan politik, termasuk pandangan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden K tentang pemerintahan.



Sastrawan Indonesia

Salah satu bukti persatuan sastrawan Indonesia adalah terbitnya buku bersama "Kemanusiaan di Era Corona", kumpulan ide dari 110 penulis yang disponsori oleh Masyarakat Satu Pena tentang berbagai isu terkait virus corona. Kejadian luar biasa.

“Saya sangat senang buku ini terbit bersamaan dengan puncak peringatan Hari Buku Internasional,” kata Nacil Tamara dalam siaran persnya, Minggu (17/5).

Presiden Balai Pustaka, Achmad Fachrodji didampingi Kabag Humas dan Media, Fakhrunnas MA Jabbar, ide dan proses penerbitan buku "Kemanusiaan di Era Corona" ini sempat melalui perdebatan serius dan panjang di tahun 2017 ini.

Nacil yang mengawali karir sebagai jurnalis di Sinar Harapan dan memimpin Republika setiap hari, juga dikenal sebagai dosen dan penulis buku dan kini menjadi mahasiswa pascasarjana di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Mempersatukan Indonesia

Selain mempersatukan sastrawan Indonesia, ia menegaskan bahwa buku “Kemanusiaan di Era Corona” adalah “Memori Rakyat Indonesia”.

Untuk sebuah buku yang diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka, Nacil mengatakan bahwa terwujudnya buku ini merupakan upaya bersatu padu dari semua penulis Satupena untuk mengumpulkan ide-ide jelek untuk memecahkan masalah.

“Di tengah masyarakat Indonesia yang menghadapi kesulitan akibat mewabahnya corona, semua orang secara sukarela bekerja untuk sesuatu yang bernilai,” ujarnya.

Buku "Kemanusiaan di Era Corona" tebalnya hampir seribu halaman. Buku ini merupakan sumbangan tulus dari 110 penulis Satu Pena dari berbagai disiplin ilmu, bergenre penulisan nonfiksi dalam bentuk esai, terutama fiksi dalam bentuk bahasa Indonesia.

Penulis pemenang penghargaan adalah ilmuwan, guru, penulis biografi, penulis anak-anak, peneliti, dan penulis profesional yang bekerja sebagai ilmuwan dari segala usia.

Penulisnya antara lain Alamaiani, Ajumardiazura, Nasirtamara, Heraspolos Doyo, Akmarna Seri Basral, Komaldin Hidayat, Tommy F. Aui, Mickes Susant, Asmanadia, Murti Nanta, Conilla Hakundini, Ilender, Fony Poik. , (OL-09)

Kegunaan Buku Kemanusiaan

bukukemanusiaanbaru | Buku adalah jendela ke dunia. Ungkapan itu sering terdengar, tapi tidak ada yang dapat menyangkal kedalaman maknanya....